II. Teori
Dalam
proses reaksinya, terjadi perubahan warna pada larutan logam. Perubahan
warna tersebut dimungkinkan berasal dari proses kompleksasi Cu(II) dari
fasa cair dengan etilendiamin yang berada pada fasa padatan membran.
Warna yang dihasilkan mendekati warna kompleks Cu(II)-etilendiamin 1:1.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sistem larutan tersebut
mengandung campuran kompleks Cu(II)-etilendiamin 1:1 dengan ion Cu(II)
bebas. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pergeseran puncak absorbsi dari
masing-masing larutan tersebut (gambar 9-11). Berdasarkan hasil
tersebut, selain pergeseran panjang gelombang juga terjadi kenaikan
intensitas absorbansi pada larutan hasil reaksi. Kenaikan tersebut
muncul akibat adanya spesies kompleks Cu(en)2+ didalam larutan yang
terbentuk pada saat proses reaksi antara Cu (II) dengan membran
nata-en. Adanya campuran ion Cu(II) bebas dan kompleks Cu(en)2+ dalam
fasa larutan berkaitan dengan proses pelepasan etilendiamin ke sistem
larutan serta berhubungan dengan proses kesempurnaan reaksi antara
Cu(II) dengan etilendiamin. Dalam hal ini, reaksi tersebut berlangsung
pada kondisi dimana jumlah molekul Cu(II) jauh lebih banyak
dibandingkan jumlah molekul etilendiamin. Dapat dinyatakan bahwa Cu(II)
merupakan pereaksi pembatas dalam proses reaksi tersebut (Kuswandi,
2008)
Garam kompleks berbeda dengan
garam rangkap. Garam rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristal
bersama-sama dalam pertandingan molekul tertentu. Garam-garam ini
memiliki struktur sendiri dengan tidak harus sama dengan struktur garam
komponennya. Dua contoh garam rangkap yang sering dijumpai dalam garam
alumina, KaI(SO4)12H2O dan ferroammonium sulfat, Fe(NH3)SO46H2O. Garam
rangkap dalam larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya
(Arifin, 2010)
Menurut Saito[3], untuk
mendapatkan pemisahan yang baik 90Y3+ harus dikondisikan agar membentuk
senyawa kompleks anion. Perbedaan muatan antara 90Y dengan 90Sr menjadi
dasar pemisahan dengan menggunakan resin penukar kation. Ion Sr2+ akan
terikat pada resin penukar kation dan kompleks anion itrium seperti
[YCl6]3- terelusi keluar kolom secara keseluruhan. Pengembangan
generator 90Sr/90Y untuk produksi 90Y secara lokal telah dilakukan dan
dikembangkan di India berdasarkan pada teknik pemisahan menggunakan
membran sel, dan teknik yang dikembangkan ini berhasil memisahkan
sampai 70 mCi 90Y dari 100 mCi 90Sr yang digunakan sedangkan dengan
metode ekstraksi pelarut hasil yang tertinggi diperoleh 75% 90Y[4]
(Kundari, 2007)
Ligan dapat dengan baik
diklassifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat kepada ion logam.
Begitulah, ligan-ligan sederhana, seperti ion-ion halida atau
molekul-molekul H2O atau NH3, adalah monodentat, yaitu ligan itu
terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu
pasanagan-elektron-menyendiri kepada logam. Namun, bila molekul atau
ion ligan itu mempunyai dua atom, yang masing-masing mempunyai satu
pasangan elektron menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua
atom-penyumbang, dan adalah mungkin untuk membentuk dua
ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama; ligan seperti ini disebut
bidentat dan sebagai contohnya dapatlah diperhatikan kompleks
tris(etilenadiamina) kobalt(III), [Co(en)3]3+. Dalam kompleks
oktahedral berkoordinat-6 (dari) kobalt(III), setiap molekul
etilenadiamina bidentat terikat pada ion logam itu melalui pasangan
elktron menyendiri dari kedua ataom nitrogennya. Ini menghasilkan
terbentuknya tiga cincin beranggota-5, yang masing-masing meliputi ion
logam itu; proses pembentukan cincin ini disebut penyepitan
(pembentukan sepit atau kelat) (Firdaus, 2009)
Garam Mohr
(NH4)2SO4.[Fe(H2O)6]SO4 cukup stabil terhadap udara dan terhadap
hilangnya air, dan umumnya dipakai untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi
analisis volumetrik dan sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran
magnetik. Sebaiknya FeSO4.7H2O secara lambat melapuk dan berubah
menjadi kuning coklat bila dibiarkan dalam udara. Penambahan HCO3- atau
SH- kepada larutan akua Fe2+ berturut-turut mengendapkan FeCO3 dan FeS.
Ion Fe2+ teroksidasi dalam larutan asam oleh udara menjadi Fe3+. Dengan
ligan-ligan selain air yang ada, perubahan nyata dalam potensial bias
terjadi, dan system FeII – FeIII merupakan contoh yang baik sekali
mengenai efek ligan kepada kestabilan relatif dari tingkat oksidasi [5]
(Syabatini, 2008)
Reaksi yang membentuk kompleks
dapat dianggap sebagai reaksi asam-basa Lewis dengan ligan bekerja
sebagai basa dengan memberikan sepasang elektron kepada kation yang
merupakan suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan
ligan sering kovalen, tetapi dalam beberapa keadaan interaksi dapat
merupakan gaya penarik coulomb. Beberapa kompleks mengadakan reaksi
subtitusi dengan sangat cepat, dan kompleks demikian dikatakan labil
(Underwood, 1980)
Keistimewaan yang khas dari
atom-atom logam transisi grup d adalah kemampuannnya untuk membentuk
kompleks dengan berbagai molekul netral, seperti karbon monoksida,
isosianida, fosfin tersubtitusi, arsin dan stibin, nitrat oksida, dan
berbagai molekul dengan orbital π yang terdelokalisasi, seperti
piridin, 2,2-bipiridin dan 1,10-fenontrolin. Terdapat jenis-jenis
kompleks yang beragam, beranah dari molekul senyawaan biner seperti
Cr(CO)6 atau Ni(PF3)4 sampai ion kompleks seperti [Fe(CN)5CO]3-,
[Mo(CO)5I]-, [Mn(CNR)6]+, dan [Vfen]+ (Cotton, 1989)
III. Metode Praktikum
A. Alat dan bahan yang digunakan
Alat alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
a) 3 buah tabung reaksi besar dan kecil
b) 1 buah gelas ukur 50 ml
c) 1 buah gelas ukur 10 ml
d) 2 buah gelas ukur 100 ml
e) 2 buah gelas arloji
f) Kertas saring
g) Pipet skala 1 ml
h) 1 set pemanas
i) 1 set pompa vakum
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
o Kristal CuSO4.5H2O
o Kristal(NH4)2SO4
o Etil alkohol dan ammonia serta aquades
C. Pembahasan
Garam
rangkap merupakan perpaduan dari suatu senyawa koordinasi yang terikat
oleh sejumlah molekul air hidrat. Garam rangkap dibentuk apabila dua
garam mengkristal bersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu.
Garam-garam ini mengandung ion-ion kompleks dan dikenal sebagai senyawa
koordinasi atau garam kompleks. Garam rangkap yang dibuat adalah
CuSO4(NH4)2 SO4.6H2O. Garam ini terbentuk sebagai hasil reaksi antara
CuSO4.5H2O dan (NH4)2SO4. Garam kupri sulfat pentahidrat CuSO4.5H2O
berwarna biru muda sedangkan garam ammonium sulfat (NH4)2SO4 berwarna
putih.
Hasil pencampuran dua garam
tersebut akan menghasilkan larutan yang berwarna biru keruh. Warna biru
keruh tersebut terjadi sebagai akibat campuran yang kurang sempurna
(heterogen) namun setelah pemanasan, kekeruhan tersebut
berangsur-angsur hilang dan membentuk larutan homogen berwarna biru.
Air mempunyai momen dipol yang besar dan ditarik baik ke kation maupun
anion untuk membentuk ion terhidrasi. Dari sifatnya tersebut maka
digunakannya pelarut air karena kedua garam yang bereaksi dapat larut
dalam air dan tetap berupa satu spesies ion. Kebanyakan garam anorganik
lebih dapat larut dalam air murni daripada dalam pelarut organik.
Larutan segera ditutupi dengan kaca arloji sehingga dapat mencegah
menguapnya beberapa ion yang diinginkan untuk dapat membentuk kristal
monoklin sempurna.
Pembentukan larutan jenuh dapat
dipercepat dengan pengadukan yang kuat dari zat terlarut yang berlebih
seperti yang kita lakukan dalam percobaan ini hingga terbentuk larutan
yang jenuh dimana ketika telah mencapai keadaan ini dan melewatinya
maka akan memperkecil hasil kali kelarutannya sehingga ketika
didinginkan maka akan terbentuk endapan berupa kristal garam rangkap
ammonium tembaga (II) sulfat heksahidrat yang berwarna hijau. Kristal
ini kemudian kita timbang dan didapatkan beratnya sebesar 4,45 gram.
Dari perhitungan secara teori, berat garam rangkap yang dihasilkan
adalah sebesar 3,995 gram sehingga dengan membandingkan berat
eksperimen dan berat teoritisnya maka didapatkan rendamen sebesar 111,4
%. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam percobaan ini, kristal yang
didapatkan melebihi. Mungkin dikarenakan saat pengeringan kristal,
kristal tersebut belum terlalu kering, sehingga masih ada titik-titik
air yang masih bercampur pada kristal tersebut.
Adapun percobaan selanjutnya
yaitu pembuatan garam kompleks yang merupakan suatu garam yang
terbentuk karena ion atom pusat dan ligan saling mengkompleks sehingga
membentuk senyawa kompleks yang merupakan senyawa berwarna. Pada
umumnya, atom pusat pada senyawa kompleks berasal dari logam-logam
transisi yang dalam percobaan ini adalah tembaga yang bersifat
elektropositif. Logam-logam transisi dapat membentuk kompleks karena
memiliki orbital-orbital yang masih kosong. Ion logam yang bertindak
sebagai atom pusat akan menyediakan orbital-orbital kosong yang
dimilikinya. Sedangkan molekul netral atau anion yang bertindak sebagai
ligan akan menyediakan pasangan elektronnya untuk mengisi
orbital-orbital kosong yang tersedia.
Untuk logam tembaga (ion Cu2+)
jika membentuk senyawa kompleks, maka kompleks tembaga (II) mempunyai
bilangan koordinasi enam, dimana empat ligan bertetangga dalam bidang
segi empat membentuk struktur oktahedral. Pada pembuatan garam kompleks
tetra amin tembaga (II) sulfat monohidrat, CuSO4.5H2O direaksikan
dengan ammonium hidroksida dimana yang bertindak sebagai atom pusat
yaitu tembaga (ion Cu2+) sedangkan yang menjadi ligannya adalah tetra
amin. Tembaga tersebut akan menerima pasangan elektron bebas dari ligan
yaitu tetra amin sehingga akan membentuk senyawa kompleks melalui
ikatan koordinasi dengan bilangan koordinasi enam sehingga akan
membentuk struktur oktahedral. Garam kompleks yang diperoleh yaitu
berwarna biru tua. Larutan garam kompleks ini didiamkan hingga
membentuk kristal. Kemudian setelah itu disaring dan dikeringkan agar
bisa ditimbang yang didapatkan berat kristalnya adalah sebesar 2,67
gram. Adapun secara teoritis, berat garam kompleks tetra amin tembaga
(II) sulfat monohidrat diperoleh sebesar 1,955 gram. Dari hasil ini
kita membandingkan antara berat praktik dan teori yaitu dengan rendamen
sebesar 136,57%. Hal ini tentu menunjukkan bahwa terdapat kristal yang
berlebih pada penimbangan secara praktiknya. Hal ini sebenarnya
disebabkan oleh kristal yang belum kering dimana masih terdapat
molekul-molekul air dari larutan sehingga ketika ditimbang menambah
berat kristal dari yang seharusnya.
V. Simpulan
Kesimpulan
dari percobaan ini adalah garam rangkap dapat disintesis dengan
mereaksikan Cu(SO4)4.5H2O dan amonium sulfat. Rendamen yang diperoleh
pada pembentukan garam rangkap adalah 111,4%. Pembentukan garam
kompleks dapat dilakukan dengan mereaksikan CuSO4.5H2O yang logam Cu
bertindak sebagai atom pusat dan NH4OH yang gugus amina bertindak
sebagai ligan. Rendamen yang diperoleh pada pembentukan garam kompleks
sebesar 136,57 %.
Daftar Pustaka
Arifin. 2010. Penuntun Kimia Anorganik II. Universitas Haluoleo. Kendari.
Cotton, Wilkinson, 1989. Kimia Anorganik Dasar I. Universitas Indonesia. Jakarta.
Day, Underwood, A. L. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Kundari,
N.A. 2010. Pemisahan dan Karakterisasi Spesi Senyawa Kompleks Ytrium-90
dan Stronsium-90 Dengan Elektroforesis Kertas . Kawasan Puspiptek
Serpong, Tangerang 15310, Banten
Pisesidharta
.E, Zulfikar, Kuswandi B .2008 . Preparasi membran Nata de Coco
etilendiammin dan Studi Karakteristik Pengikatnya terhadap Ion Cu
2+.Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jember.
Firdaus, Ikhsan. 2009. Pengertian Senyawa Kompleks. http://www.chem-is-try.org. Diakses pada 9 November 2009.
Syabatini, Annisa. 2008. Garam Mohr (NH4)2.6H2O. http://google.com/ garam-mohr-nh426h2o.html.diakses 10 juni 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar